Sajak - Percakapan antara Tuan dan Puan

Tuan :
Bagaimana menurut mu puan ? Misal saja hujan yang menjadi perantara bagi doa mustajabah, 
lalu di antara rinai rinai itu, doaku berjodoh dengan doa mu.

Tanpa janjian, kedua nya menjadi amanah yang sama untuk di tunaikan di hadapan dzat yang tiada kesamaan atas-Nya, jangan terburu puan, tak semua doa mesti terjawab sekarang juga.

Puan :
Bukankah memang seperti itu ? Bukan lagi semisal. 

Hujan itu rindu, tuan. Tanpa perhitungan membawa kehidupan di setiap rintik yang pasrah berjatuhan.

Sebanyak bulir doa yang mengalir, meresap ke bumi, menyatu di leluas laut, lalu kembali mengetuk langit. Tidak pula aku memburu waktu, tuan.

Hanya saja, kamu dan mati entah siapa yang menemuiku pertama kali.

Tuan :
Aku tidak tau pun, hanya saja yang ku percaya, antara jodoh dan maut tidak saling berlomba.
Kedua nya tepat sebagai ketentuan waktu, tak sedetikpun dapat mundur dan maju, lagi pula puan, cinta itu selama nya.

Kelak seseorang dikumpulkan bersama dengan orang yang di cintai.

Puan :
Ah, benar, cinta itu selama nya, tak terukur seutas waktu, aku hanya begitu rindu, mendamba dekat, yang pada lembaran malam, menjadi harap, tangan tak lelah mengadah, Tuan. Meminta belas kasih pada sang Maha Kasih, demi sabar yang memar. Andai rindu berbayar, tentu aku menjadi fakir, bahkan sebelum senja berakhir, katakan tuan dimana aku kau letakkan ?

Tuan :
Coba tebak puan, sejak doa pertama menempuh perjalanan amiin yang panjang, engkau aman ku langitkan, dan tak pernah lagi ku letakkan.










Previous Post Next Post